Sabtu, 02 Mei 2015

Pendidikan Kurikulum atau Pendidikan Sumber Daya Manusia



Pendidikan Kurikulum atau Pendidikan Sumber Daya Manusia
Oleh : Febrika Yogie Hermanto
Jurusan Pendidikan Ekonomi Fakultas EKonomi Universitas Negeri Surabaya

            Dua Mei adalah peringatan hari pendidikan nasional di Indonesia. Seluruh kaum terpelajar memperingatinya dengan berbagai macam cara dan harapan masing-masing tentang pendidikan. Di jalan raya, sekolah, kampus maupun di depan gedung-gedung pemerintahan selalu ramai dengan cara-cara yang dilakukan kaum terpelajar di Indonesia.
            Banyak harapan yang diinginkan oleh masyarakat tentang kemajuan pendidikan di Indonesia ini. Mulai dari infrastruktur sekolah, standar isi pendidikan, standar proses dan banyak lagi yang lainnya. Akan tetapi yang sangat melekat kental menjadi buah bibir masyarakat Indonesia selalu tentang kurikulum pendidikan yang selalu berganti di setiap periode pergantian pemerintahan. Sehingga muncul istilah “ganti menteri pasti ganti kurikulum” di masyarakat.
            Fakta tersebut hanya membuat pendidikan di Indonesia terlihat kerdil dibanding dengan negara-negara lain. Bagaimana tidak jika di tiap tahunnya kita hanya di sibukkan dengan kurikulum dan pelatihan-pelatihan untuk mempersiapkan hal tersebut. Setelah siap dilaksanakan ternyata kurikulum yang sudah dipersiapkan sejak awal digantikan lagi dengan yang terbaru. Alsannya karena kurikulum yang dilaksanakan tidak relevan dilakukan atau belum ada kesiapan dari pihak sekolah-sekolah yang akan melakukannya.
            Jika berkaca dari negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, Thailand, dsb Indonesia masih kalah maju dalam bidang pendidikan. Apa yang membuat hal ini terjadi? Dilihat dari berbagai macam aspek ternyata kita temukan fakta yang menarik. Masing-masing sekolah dan perguruan tinggi yang mencetak tenaga-tenaga pendidik malah berfokus kepada pembuatan kurikulum. Secara keilmuan yang sesuai dengan program studinya malah kurang diperhatikan. Contohnya mahasiswa dalam pembelajarannya selama empat tahun kemampuan yang harus bisa ia lakukan adalah membuat rencana pembelajaran yang disesuaikan dengan kurikulum. Dalam program praktek lapangan pun mahasiswa yang sedang melakukan pengajaran yang menjadi awal tugasnya adalah tentang membuat rencana pembelajaran, lebih-lebih diharuskan membuat selama satu tahun. Lantas kapan kita akan memperdalam tentang keilmuan masing-masing program studi yang akan di aplikasikan kelak?
            Memang lucu negeri ini dengan berbagai keunikannya. Apabila berbicara tentang pendidikan maka yang benar output yang akan dihasilkan sumber daya manusia ataukah kurikulum? Jika dilihat dari fakta saat ini sepertinya semua aspek pendidikan lebih menekankan pada pendidikan kurikulum. Bagaimana tidak, setiap pengajar di Indonesia pasti hal pertama yang dipikirkan dalam pendidikan adalah pembuatan rencana pembelajaran (kurikulum), karena sejak mulai dini sudah dikenalkan oleh hal tersebut.
            Apabila dilihat dari sektor rill peluang pendidikan ini merupakan sisi yang paling sentral dalam kemajuan bangsa ini. Produk utama yang harus dihasilkan oleh pendidikan adalah sumber daya manusia yang berkualitas, bukan sebatas membuat kurikulum saja. Jika dianalogikan kurikulum ini adalah media guru untuk membuat rencana ke depan dalam memberikan ilmu yang dimiliki. Jika sejak mulai diajarkan dalam dunia kampus pendidikan saat ini maka ilmu yang akan diberikan pun tidak akan maksimal, karena ilmu yang dimiliki oleh sang guru pun juga kurang matang. Akhirnya yang dapat dilakukan oleh guru tidak akan maksimal sehingga tujuan dari pendidikan pun tidak tersampaikan dengan baik.
            Ada satu hal lagi tentang kebijakan profesionalisme guru. Program profesionalisme guru merupakan suatu hal yang positif seharusnya. Dalam pelaksanaannya hal ini ditujukan untuk membentuk guru/tenaga pendidik menjadi profesional di bidangnya. Jika dilihat dalam pelaksanaannya di Unesa Program Profesi Guru saat ini dilakukan satu tahun, dimana menurut kurikulum PPG terdiri dari dua semester. Semester pertama membahas tentang pembuatan rancangan pembelajaran dan semester selanjutnya adalah praktik di sekolah masing-masing. Bayangkan saja dalam program profesi guru pun banyak waktu yang diperlukan lagi dalam pembahasan tentang membuat rancangan pembelajaran. Jadi bisa dikatakan bahwa pendidikan di Indonesia ini terlalu berfokus pada kurikulum bukan menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas.
            Mengutip yang disampaikan bu Dhiah Ftirayati S.Pd., M.E dosen FE Unesa “jika program PPG ini dilaksanakan dengan peraturan yang dicanangkan oleh pemerintah saat ini haruslah ada kebijakan lain yang memperkuat untuk lulusan perguruan tinggi keguruan dimana lahan keahliannya akan diambil oleh orang-orang murni. Bukankah program profesionalisme lulusan murni pun juga tidak dapat diakses oleh orang-orang lulusan kependidikan. Karena keahlian yang dimiliki oleh lulusan strata satu program kependidikan akan dinilai sama dengan yang murni ketika telah sama-sama mengikuti program PPG ini.” Sebenarnya program profesi guru ini sangat positif jika di khususkan oleh guru untuk meningkatkan kualitasnya sebagai tenaga pendidik. Jadi setiap instansi yang melakukan kegiatan program belajar mengajar mulai dari tingkat dasar hingga tinggi haruslah memiliki sertifikasi tenaga pendidik yang profesional sehingga tenaga pendidik di Indonesia ini benar-benar ahli dan dapat menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas di bidangnya.
            Berkaca dalam kebijakan serupa dalam profesi lain seperti dokter, apoteker, dsb yang dapat mengisinya adalah lulusan yang linier dengan programnya. Tidak bisa selain lulusan dokter bisa mengambil program profesi dokter dan begitu juga dalam profesi apoteker yang bukan lulusan dari farmasi juga tidak bisa mengambil program profesi apoteker. Jika tujuan utama pemerintah untuk meningkatkan profesionalisme tenaga pendidikan di Indonesia maka haruslah ada spesifikasi khusus setiap profesi yang akan diambil sesuai dengan keahliannya yang linier di setiap program profesinya. Sehingga lulusan yang dihasilkan perguruan-perguruan tinggi kependidikan dapat berkonsentrasi penuh dalam meningkatkan pendidikan di Indonesia untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas.
            Program pendidikan yang berfokus pada kurikulum dan sedikit mengesampingkan tujuan utamanya yakni untuk membentuk sumber daya manusia yang berkualitas sudah sejak lama ditinggalkan setiap instansi kependidikan di Indonesia. Akan tetapi setiap kalangan yang bergelut dalam bidang pendidikan tersebut tidak sadar melakukannya. Hal ini ditunjang juga karena kementrian pendidikan dan kebudayaan selalu terjadi polemik dalam setiap kebijakan kurikulum yang sering berganti di setiap kali ganti pengambil kebijakan disana.
            Berpikir tentang bagaimana cara membentuk sumber daya manusia yang berkualitas dengan merangkumnya melalui kurikulum yang terjadi saat ini sangat menghabiskan waktu sehingga konteks pendidikan yang harus dilakukan malah ditinggalkan. Padahal jika berbicara tentang pendidikan maka kita berbicara tentang ilmu yang akan diberikan kepada peserta didik. Seharusnya yang dilakukan oleh pemerintah adalah merumuskan kebutuhan pendidikan di Indonesia ke depan dalam jangka panjang sehingga persiapan dan yang akan dijalankan sangat relevan dalam tujuan bangsa ini. Dalam merumuskannya pun harusnya mengikut sertakan para pakar-pakar pendidikan dan guru-guru besar yang dimiliki oleh Indonesia dari sabang sampai Merauke, sehingga semua permasalahan yang ada dapat terwakili dengan solusi yang bersifat berjangka. Jadi, apabila disesuaikan dengan kebutuhan jangka pendek maupun jangka menengah yang sudah tidak relevan lagi dengan pendidikan di Indonesia tidak sampai mengganti kurikulum. Oleh karena itu pemerintah janganlah terlalu lama ribut-ribut tentang kurikulum yang tepat dilakukan untuk Indonesia sehingga pada kalangan guru dan dosen masih banyak waktu untuk memperdalam ilmu yang akan diberikan kepada anak didiknya.

2 komentar:

  1. Terima kasih mas, telah membuka kembali bagaimana karut marutnya sistem pendidikan yang ada di negeri ini, dan hal itu hmapir semua karena pengambilan kebijakn yang kurang tepat dan malah mereka berloma-lomba untuk menciptakan kurikulum yang baru bagi negeri ini. Sungguh ironi

    BalasHapus
  2. Terima kasih mas, telah membuka kembali bagaimana karut marutnya sistem pendidikan yang ada di negeri ini, dan hal itu hmapir semua karena pengambilan kebijakn yang kurang tepat dan malah mereka berloma-lomba untuk menciptakan kurikulum yang baru bagi negeri ini. Sungguh ironi

    BalasHapus