Sabtu, 02 Mei 2015

Faktor Penghambat dan Tingkat Kebodohan



FAKTOR PENGHAMBAT DAN TINGKAT KEBODOHAN
oleh : Ayu Suarsini
Jurusan Pendidikan Ekonomi Universitas Pendidikan Ganesha 
 
            Pendidikan hal yang sudah wajar untuk dilakukan oleh anak-anak jaman sekarang untuk mengurangi rasa malu dan kebodohan. Tetapi orang-orang yang di desa pun kini lebih memilih untuk bersekolah di perkotaan karena kualitas pendidiknya diketahui sangat bagus dibandingkan di desa. Hal ini kadang disalah gunakan oleh kaum wanita maupun kaum   lelaki. Karena alasan untuk bersekolah di kota dan meninggalkan desa tempat kelahirannya. Kebanyakan hal seperti ini dimanfaatkan untuk berbuat negatif. Seperti informasi yang saya dapatkan seorang wanita saat di semester pertama sudah hamil. Dan karena tak bisa mengikuti perkuliahan dengan kondisi hamil maka dirinya memutuskan untuk berhenti dan memilih untuk membina rumah tangga, dengan umur yang belum pantas untuk berumah tangga. Dan seketika keluarga yang di desa tak mengetahui apa yang dilakukan selama ini oleh anaknya selama merantau. Dan tak hanya itus aja, informasi yang saya dapat pula seorang wanita yang masih berada di jenjang Sekolah Menengah Pertama di kelas 3 pun harus berhenti sekolah karena dirinya sudah hamil. Itupun yang dinikahinya sama-sama kelas 3 jenjang SMP. Jika sudah seperti itu kondisinya maka  masalah pun akan   terjadi sangat banyak, karena masa-masa umur seperti itu seharusnya berada di masa-masa pembelajaran atau memperoleh pendidikan yang kelak akan mengubah masa depannya lebih baik. Tetapi  jika kejadian yang seperti itu dialami maka kebodohanlah yang akan dirasakan.
            Pengawasan orang tua memang menjadi prioritas untuk mengantarkan  anaknya kearah positif dan dengan memberikan nasehat bahwa hal-hal yang tak baik harus dijauhkan karena belum pantas untuk dilakukan. Hal-hal  negative tersebut memang rentan bagi remaja dan sangat membuat rugi diri sendiri. Dan dengan berhenti bersekolah, pendidikan yang semestinya didapatkan menjadi terhambat. Kualitasnya untuk berkerja pun menjadi  kurang. Jika dibandingkan orang-orang kaya, pendidikan bisa saja  tak didapatkan tetapi ijazahnya dapat dibeli dengan mudah. Pendidikan di Indonesia memang seperti ini apapun bisa didapat kan jika memiliki uang yang berlimpah dan seakan-akan dirinya tamat dengan jenjang tinggi atau perguruan tinggi yang sebenarnya ijazah yang didapatkan melalui pembelian buka nmenempuhnya dengan susah payah. Inilah cirri masyarakat Indonesia yang malas untuk berfikir, yang semuanya bisa dilakukan dengan mudah dan tidak berfikir panjang untuk  melakukan suatu hal jika dapat dilakukan secara instan.

0 komentar:

Posting Komentar